
Pengarusutamaan Gender
Oleh: Margarita
Anggota KPU Kota Pangkalpinang
Divisi Perencanaan, Data dan Informasi
Apakah yang dimaksud dengan Pengarusutamaan Gender (PUG)? Penulis berusaha memberikan sedikit pengetahuan tentang Pengarusutamaan Gender, dimana ini merupakan hasil dari kegiatan sosialisasi Perda bersama DPRD Provinsi Bangka Belitung.
Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional dan daerah.
Hal ini merupakan upaya mendukung pembangunan di berbagai bidang, dan dalam rangka mendukung implementasi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan kepada semua pimpinan Kementerian/Lembaga baik pusat maupun daerah untuk mengintegrasikan aspek gender dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan yang menjadi tugas dan fungsinya. Dilanjutkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 10), Surat Edaran Bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA Nomor 270/M.PPN/11/2012; SE-33/MK.02/2012; 050/4379A/ SJ; SE 46/MPP-PA/11/2012 tentang Strategi Nasional Pengarusutamaan Gender (PUG) Melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG), kemudian untuk mengatur pelaksaan strategi PUG di daerah dibuatlah Permendagri No. 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di daerah, dan atas dasar itu pula DPRD Provinsi Bangka Belitung membuat Perda Inisiatif tentang pengarusutamaan. Kemudian untuk mengatur pelaksanaan secara teknis maka dibuatlah Peraturan Gubernur (PERGUB) Kepulauan Bangka Belitung Nomor 22 Tahun 2018 tentang pedoman umum pelaksanaan perencanaan dan penganggaran responsif gender di lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pada kesempatan tersebut penulis mencoba membahas partisipasi perempuan dalam pembanguan demokrasi dimana indikatornya partisipasi perempuan dalam politik. Partisipasi perempuan dalam demokrasi terbagi menjadi 3 peran, pertama perempuan di lingkungan penyelenggara, kedua perempuan sebagai pemilih, ketiga perempuan sebagai peserta yang nantinya akan melahirkan produk pengambil kebijakan baik legislatif maupun eksekutif. Sebelumnya kita melihat bagaimana data pada Pemilu 2019, jumlah Data Pemilih Tetap (DPT) Provinsi Bangka Belitung sebesar 932,569 pemilih, laki-laki sebesar 475.789 dan perempuan sebesar 456.785 pemilih, dan tingkat partisipasi masyarakat sebesar 86,05 %, untuk pemilih laki-laki sebesar 84,63% dan partisipasi pemilih perempuan sebesar 87,52%. Sehingga dapat kita lihat tingkat partisipasi perempuan sebagai pemilih lebih dominan dibandingkan laki-laki, namun mengapa pada pemilu 2019 kemarin yang terpilih justru peserta laki-laki lebih dominan. Demikian pula dengan Pilkada 2020 kemarin dari 4 daerah yang menyelenggarakan Pilkada, perempuanlah yang paling tinggi tingkat partisipasinya atau dapat dikatakan perempuanlah yang paling banyak memberikan hak suaranya di TPS pada hari H, namun tetap menjadi pertanyaan mengapa yang terpilih menjadi kepala daerah hanya satu. Hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi KPU, Bawaslu dan Parpol sendiri. Karena kita ketahui secara regulasi pemerintah sudah memberikan kesempatan untuk perempuan berkarir dalam bidang politik dari mulai UUD 1945 “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif” kemudian UU NO.7 Tahun 2017 Pasal 173 ayat 2e, Pasal 243 dan Pasal 246 ayat 2. Bahkan diatur secara teknis melalui PKPU. Menjadi catatan Parpol dapat menjadi peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat serta dalam menyusunan daftar calon legislatif ditetapkan oleh pengurus parpol peserta pemilu, dan dalam menyusun daftar bakal calon tersebut menyertakan paling sedikit 1 orang perempuan konsep seperti ini seolah sejalan dengan strategi pengarusutamaan gender (PUG) yang merupakan salah satu strategi untuk mengatasi kesenjangan gender guna terwujudnya kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan. Gender merupakan salah satu strategi yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah agar isu gender dapat diselesaikan dan pengarusutamaan gender sebagai strategi untuk mengatasi kesenjangan gender dalam berbagai bidang pembangunan, khususnya bidang politik. Keterlibatan kaum perempuan menjadi penting di bidang politik khususnya di legislatif karena diharapkan mampu memberikan keseimbangan dan mewarnai perumusan peraturan perundang-undangan, penganggaran, dan pengawasan yang akan lebih berpihak pada kepentingan kesejahteraan perempuan dan anak. Keterlibatan perempuan secara penuh di bidang politik mencerminkan telah terimplementasinya demokrasi dan penegakan HAM walaupun angka 30% belum tercukupi namun keterwakilan perempuan dalam parlemen dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan yang berarti.
Kembali lagi ke Pengarusutamaan Gender (PUG) dimana suatu strategi memberikan kesempatan atau memasukkan unsur perempuan dalam setiap bidang tetap dengan cara memperhatikan kapasitas personal, memberikan ruang yang setara bukan bearti menutup mata akan kapasitas laki-laki kemudian lebih mengunggulkan perempuan tanpa melihat kemampuannya dalam bidang tersebut, yang menjadi pekerjaan kita bagaimana meningkatkan kapasitas diri sebagai perempuan sehingga dapat disetarakan dengan laki-laki. Berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam pengembangan kapasitas antara lain melalui FGD, diskusi, seminar, diklat. Hal seperti ini juga dapat dilakukan oleh parpol sebagai salah satu upaya pengkaderan. Memberikan pendidikan politik bagi kader partai sebelum masa pencalonan. Permasalahan isu klasik tentang kelemahan perempuan dalam berpolitik bukanlah menjadi rintangan karena sesungguhnya selama ada niat disitu ada jalan.